Jakarta - Meninggalnya pemain Pelita Bandung Raya, Sekou Camara, menjadi pelajaran berharga bagi klub-klub Indonesia untuk memerhatikan kesehatan pemain. PBR pun berharap PSSI dan PT. Liga Indonesia lebih tegas dalam menerapkan aturan soal standar kesehatan.
Camara mengalami serangan jantung ketika mengikuti latihan di Stadion Siliwangi, Sabtu (27/7/2013), sekitar pukul 21.30 WIB. Pemain asal Mali itu mendadak terjatuh.
Setelah itu, Camara langsung dilarikan ke Rumah Sakit Halmahera. Namun, nyawanya tidak tertolong dan dia dinyatakan meninggal dunia pada pukul 23.48 WIB.
CEO PBR, Marco Paulo, mengatakan, pihaknya menyadari bahwa masih banyak kekurangan terkait alat-alat medis untuk mengantisipasi segala kejadian di lapangan. Untuk itu, manajemen klub akan berkomitmen melengkapi diri dengan semua standar kesehatan, baik dari perlengkapan maupun sumber daya manusianya.
"Kami akan membeli alat resusitasi jantung. Tapi, mulai Juni kemarin kami sudah mulai melengkapi peralatan fisioterapis," kata Marco di Jakarta, Rabu (31/7/2013).
"Tidak hanya dokter tim saja, tapi kami juga tidak boleh setengah-tengah ada di dalam tim. Kami akan menerapkan kebijakan bahwa dokter tim tidak hanya mendampingi pertandingan tapi juga latihan resmi," sambungnya.
Namun, lanjut Marco, PBR juga berharap PT. Liga Indonesia bersama PSSI sebagai pengawas liga mau menerapkan aturan yang tegas terkait hal tersebut. Selain soal kesehatan, PT Liga Indonesia diminta menerapkan licensing yang lebih tinggi.
"Harus ada tim yang mengawasi apakah regulasi soal standar kesehatan itu terlaksana. Jangan hanya lihat pertandingan. Tapi faktor pelengkapnya sesuai standar FIFA juga dipenuhi," katanya.
"Untuk apa dapat license kalau sebenarnya tidak bisa. Kalau kami tidak lolos licensing ya jangan diloloskan. Jangan dipaksakan. Demikian juga dengan klub lain. Itu kalau kita memang ingin sepakbola maju," ujar Marco.
0 komentar:
Posting Komentar